Dalam Fiqhus Sunnah dijelaskan bahwa Hak isteri yang harus ditunaikan suami meliputi:
1. Hak yg bersifat materi yaitu:
a. Mahar
b. Nafkah.
2. Hak yg bersifat non materi yaitu:
a. Mendapat perlakukan baik
b. Mendapat perlindungan suami
c. Bersetubuh (jima’)
Jadi tidak ada yang disebut dgn nafkah batin, krn nafkah bersifat materi dan
dpt dikuantifisir. Imam Syafi’i bahkan menetapkan jumlah minimal nafkah per
hari yg diseuaikan kondisi ekonomi suami (kaya, miskin, sedang). Sedangkan
jima’ adalah hak isteri yg wajib ditunaikan suami. Ibnu Hazm (madzhab Zhahiri)
bahkan mewajibkan suami bersetubuh dgn isteri minimal 1 kali masa suci, jika
tidak melakukannya, maka ia telah bermaksiat pada Allah dalilnya adalh Surat Al
Baqarah:222. Jumhur ulama’ berpendapat seperti Ibnu Hazm, yakni suami wajib
melakukan hubungan badan dgn isterinya selama tdk punya halangan. Sedangkan
Imam Ghazali berpendapat bhw suami harus berhubungan badan dgn istri minimal
sekali dalam 4 hari, yg disesuaikan dg jumlah maksimal istri. Imam Syafi’i
sendiri tdk mewajibkan, krn jima’ adalah hak suami, sehingga hukumnya tidak
wajib, seperti hukum segala macam hak.
dpt dikuantifisir. Imam Syafi’i bahkan menetapkan jumlah minimal nafkah per
hari yg diseuaikan kondisi ekonomi suami (kaya, miskin, sedang). Sedangkan
jima’ adalah hak isteri yg wajib ditunaikan suami. Ibnu Hazm (madzhab Zhahiri)
bahkan mewajibkan suami bersetubuh dgn isteri minimal 1 kali masa suci, jika
tidak melakukannya, maka ia telah bermaksiat pada Allah dalilnya adalh Surat Al
Baqarah:222. Jumhur ulama’ berpendapat seperti Ibnu Hazm, yakni suami wajib
melakukan hubungan badan dgn isterinya selama tdk punya halangan. Sedangkan
Imam Ghazali berpendapat bhw suami harus berhubungan badan dgn istri minimal
sekali dalam 4 hari, yg disesuaikan dg jumlah maksimal istri. Imam Syafi’i
sendiri tdk mewajibkan, krn jima’ adalah hak suami, sehingga hukumnya tidak
wajib, seperti hukum segala macam hak.
Masih dalam bab dan kitab yg sama, dalam sejarah tercatat bahwa Umar bin
Khatthab pernah 2 kali turun tangan langsung pada masalah jima’ (istilah sdr
Azman Aman: “perkara dlm selimut”). Hal ini tentu menarik, bahwa “perkara dlm
selimut” ini ditangani langsung oleh Amirul Mu’minin, pemimpin utama umat Islam
saat itu. Hal ini menunjukkan bhw “perkara dlm selimut” bukan “alasan remeh”.
Berikut kejadiannya:
Khatthab pernah 2 kali turun tangan langsung pada masalah jima’ (istilah sdr
Azman Aman: “perkara dlm selimut”). Hal ini tentu menarik, bahwa “perkara dlm
selimut” ini ditangani langsung oleh Amirul Mu’minin, pemimpin utama umat Islam
saat itu. Hal ini menunjukkan bhw “perkara dlm selimut” bukan “alasan remeh”.
Berikut kejadiannya:
1. Umar ra. dlm ronda malamnya mendengar rintihan seorang istri yg ditinggal
pergi oleh suaminya dalam rangka Jihad fii sabilillah. Di antara syair yang
dilantunkan adalah:
pergi oleh suaminya dalam rangka Jihad fii sabilillah. Di antara syair yang
dilantunkan adalah:
Demi Allah Jika bukan karena takut pada-Nya..
Seseorang bisa membuat sisi ranjang ini bergetar hebat..
Umar kemudian bertanya pada Hafshah (anaknya yg jg istri Rasulullah SAW)
tentang “batas kesabaran istri ditinggal suami”. Hafshah menyampaikan 5-6
bulan. Dan sejak saat itu Umar membuat kebijakan batas maksimal waktu
pengiriman pasukan ke medan jihad. Anda lihat bhw masalah jima’ diatur oleh
negara. Begitulah Islam..
Seseorang bisa membuat sisi ranjang ini bergetar hebat..
Umar kemudian bertanya pada Hafshah (anaknya yg jg istri Rasulullah SAW)
tentang “batas kesabaran istri ditinggal suami”. Hafshah menyampaikan 5-6
bulan. Dan sejak saat itu Umar membuat kebijakan batas maksimal waktu
pengiriman pasukan ke medan jihad. Anda lihat bhw masalah jima’ diatur oleh
negara. Begitulah Islam..
2. Seorang istri mengadukan suaminya pada Umar ra. karena terlalu banyak ibadah
sehingga menurut syairnya:
Karena masjid..
Belahan jiwaku ini
Telah melupakan tempat tidurku
Karena ibadah..
Dia tidak peduli lagi kasurku
sehingga menurut syairnya:
Karena masjid..
Belahan jiwaku ini
Telah melupakan tempat tidurku
Karena ibadah..
Dia tidak peduli lagi kasurku
Umar ra. meminta Ka’ab al Asadi (yg pertama kali mengidentifikasi masalah ini)
utk menyelesaikannya. Ka’ab memutuskan, “Sesungguhnya, Allah ‘azza wa jalla
menghalalkan utk beristri 2,3,4. Engkau punya 3 hari utk menyembah Tuhanmu.”
Umar berkata, “demi Allah, aku tdk tahu mana di antara dua caramu yg lebih
membuatku kagum? Apakah pemahamanmu terhadap masalah wanita ini atau caramu
memutuskan masalah mereka? Pergilah ke Basrah. Aku mengangkatmu sebagai hakim
di sana.”
Bayangkan tuan.. Karena masalah jima’, Umar mengangkat seorang hakim. Jelas ini
bukan perkara remeh.
utk menyelesaikannya. Ka’ab memutuskan, “Sesungguhnya, Allah ‘azza wa jalla
menghalalkan utk beristri 2,3,4. Engkau punya 3 hari utk menyembah Tuhanmu.”
Umar berkata, “demi Allah, aku tdk tahu mana di antara dua caramu yg lebih
membuatku kagum? Apakah pemahamanmu terhadap masalah wanita ini atau caramu
memutuskan masalah mereka? Pergilah ke Basrah. Aku mengangkatmu sebagai hakim
di sana.”
Bayangkan tuan.. Karena masalah jima’, Umar mengangkat seorang hakim. Jelas ini
bukan perkara remeh.
Yang menarik adalah Sayyid Sabiq merangkaikan masalah jima’ dengan masalah Ila’
(sumpah tidak bersetubuh dgn istri). Jika sudah lewat 4 bulan suami tdk kunjung
bersetubuh dgn istrinya, maka istri berhak menuntut hubungan badan atau cerai.
Jika suami menolak, maka menurut Imam Malik, pemerintah (kerajaan) berwenang
harus menceraikan mereka guna menghindarkan mudharat dari isteri.
Tulisan di atas sdh saya ringkas seperlunya. Wallahu a’lam
(sumpah tidak bersetubuh dgn istri). Jika sudah lewat 4 bulan suami tdk kunjung
bersetubuh dgn istrinya, maka istri berhak menuntut hubungan badan atau cerai.
Jika suami menolak, maka menurut Imam Malik, pemerintah (kerajaan) berwenang
harus menceraikan mereka guna menghindarkan mudharat dari isteri.
Tulisan di atas sdh saya ringkas seperlunya. Wallahu a’lam
No comments:
Post a Comment